Kota Malang dan Pulau Sempu

    Perjalanan ke kota Malang kami lakukan karena saya memiliki bude yang kebetulan tinggal di sana. Jadi intinya bude saya ini saudara dari ibu saya, tapi saudara darimananya saya masih belum paham hahaha. Yang penting kan saudara :D. Mumpung ada saudara di Malang, kami menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana. Dari Malang kami memiliki niat untuk menjelajah ke pulau Sempu. Pertama kali saya mendapatkan info ini dari sepupu saya, Andi. Dia sudah pernah ke sana, dan setidaknya menyarankan saya untuk berkunjung sekalian ke pulau Sempu jika mampir ke kota Malang. Menurutnya pulau Sempu memiliki pesona tersendiri. Tidak ada sarana atau fasilitas seperti di Gili Trawangan tidak mengurangi niat kami untuk ke sana. Pantainya cukup menggiurkan untuk mengundang setiap orang datang ke sana. Laut yang berwarna hijau turquoise, pasir putih, dan langit yang bersih sehingga dapat melihat jutaan kerlap kerlip bintang  atau jika beruntung dapat melihat gugusan galaksi Bimasakti.

    Saya membaca berita sekarang ini, bahwa pulau Sempu sebaiknya tidak dikunjungi karena sudah mulai rusak parah karena kunjungan wisatawan yang membludak. Selain itu pulau Sempu ternyata merupakan cagar alam dan hanya orang-orang yang memiliki ijin tertentu yang dapat memiliki akses ke pulau tersebut. Sayangnya saya belum tahu hal ini  (saya berkunjung ke pulau Sempu pada tahun 2011 ketika Instagram dan Path masih belum bekend banget!) karena itu Sapi dan saya niat untuk berkunjung ke sana. Sepupu saya juga tidak menceritakan perihal cagar alam atau orang-orang yang memiliki izin spesial tertentu yang dapat berkunjung. Meskipun begitu saya bersyukur dapat berkunjung ke sana, setidaknya sekali dalam seumur hidup.

Back to rencana awal, ke Malang….

    Bude saya ini tinggalnya di sebuah komplek militer di Malang, dekat RS Soepraoen. Dan mudah diakses angkot. Sapi dan saya sangat beruntung dapat menumpang di tempat saudara/keluarga saya, yang tinggalnya menyebar di sepanjang perjalanan backpacking kami.  Sangat mengirit dan sekalian silahturahmi, hehehe *modus*.  Hari-hari pertama di Malang, kami berkunjung ke Taman Alam Selecta (TAS), Batu.  Suasana yang sejuk, berbagai jenis bunga yang indah,  dan pemandangan bukit yang luas, menjadi daya tarik tersendiri. Perjalanan menuju TAS  juga menyenangkan. Naik angkot menuju Batu, melewati kebun-kebun apel. Ahh, menyejukkan hati banget pokoknya, padahal hanya liat pohon apel dan buahnya yang ranum. Angkotnya juga gak terlalu penuh sehingga kami bisa duduk selonjoran tanpa mengganggu kenyamanan penumpang yang lain. :P
                                                     


Akuarium di TAS, ikannya besar-besar





Pemandangan TAS penuh dengan bunga Hortensia




Kolam renang di TAS yang nampak sepi




Pemandangan dari atas bukit TAS, bentuknya seperti kue lapis haha jadi lapar -_-

    Dari TAS, kami berniat untuk keliling kampus di sekitar Malang untuk meminjam tenda dan kompor untuk memasak. Karena di pulau Sempu gak ada yang jualan makanan, ehehe. Saran ini kami dapatkan dari mas Edo, sepupunya Sapi yang tinggal di Surabaya. Kami sempat ke kampus       X untuk meminjam tenda, tapi sayang tenda mereka sudah ada yang meminjam, atau bisa jadi mereka bilang begitu sebagai bentuk penolakan halus… Karena kami orang luar bukan mahasiswa kampus tersebut.  Namun kami tidak menyerah, kami akhirnya bertanya pada kumpulan mahasiswa di kampus X di mana bisa menyewa tenda camping selain di kampus. Mereka menyarankan agar kami pergi ke toko penyewaan alat-alat tenda di toko Do-Rent.

   Setelah berkeliling naik angkot mencari toko Do-Rent, akhirnya kami menemukan toko keramat tersebut. Yeay! Senang bukan kepalang. Kami langsung masuk ke dalam toko, dan ternyata banyak juga yang menyewa tenda di sana. Isinya anak muda semua *ya iyalah masa isinya ninik-ninik en akik-akik*.  Selain tenda, toko ini menyewakan peralatan camping lainnya, seperti kompor, senter, tali untuk panjat tebing, dan lain-lain. Kami juga sempat bercengkrama dengan sekumpulan anak muda di sana, yang kebetulan ingin ke pulau Sempu juga.  Sempat berhaha-hihi sebentar, lalu kami pamit pulang dengan membawa tenda.

   Besoknya kami berangkat menuju Sempu bersama mas Edo dan Nida. Siapakah Nida? Doski adalah temannya Sapi ketika SMA.  Temen seperjuangan, se-genk, dan se se lainnya buat Sapi. Nida ingin ikutan backpacking bareng kami, karena doski belom pernah ke Sempu dan “pemanasan” sebelom nikah bulan depannya :P. Kami pergi dengan menggunakan mobilnya mas Edo, yang datang dari Surabaya untuk menemani kami yang kece ini hahaha *padahal mas Edo dipaksa Sapi buat ikutan supaya kami ada yang jagain, lagian kami belom pernah sama sekali ke Sempu, jadi mas Edo harus ikut untuk meng-guide kami*. Perjalanan kami memakan waktu sekitar 1-2 jam untuk mencapai pantai Sendang Biru. Dalam perjalanan ini kami melihat parade anak-anak sekolahan, saya gak ngerti dalam rangka apa tapi yang jelas pemandangan parade ini mengingatkan masa kecil saya ketika SD. Masih polos, bahagia selalu, tidak bahagia ketika sedang lapar doang. Sekarang ketika dewasa, untuk membuat pikiran diri sendiri bahagia saja, susah bener. Harus punya ini itu dulu biar happy, kalau gak punya gak afdol. Atau pengen travelling tapi gak punya duit, harus kerja dulu supaya dapat duit. Huah, males kan jadi orang dewasa. Tuntutan banyak banget -_-

   Kami tiba di pantai Sendang Biru ketika hari telah sore. Kami terburu-buru menyewa perahu untuk sampai ke pulau Sempu. Mas Edo yang nego harga, setelah fix deal kami langsung loncat ke perahu dan berdoa dalam hati semoga gak ketemu ular ketika sedang trekking untuk menuju pantai tersembunyi (Segara Anakan) di Sempu dan semoga sebelum hari gelap kami sudah sampai di pantai. Saya sempat melihat mas Edo tukeran no hp dengan bapak pemilik perahu. Ternyata untuk janjian supaya si bapak dateng lagi untuk menjemput kami keesokan harinya. Setelah 20 menit menyebrang lautan menuju Sempu, kami menjejakkan kami di pulau tersebut. Disambut lahan basah dan tanaman pinggir laut, kami berjalan masuk ke dalam pulau.



Penampakan Sapi dan mas Edo di atas perahu ketika menyebrang ke pulau Sempu




 
 Kapal yang baru saja balik dari pulau Sempu, lah kami apa kabar? Sore-sore baru mau menyebrang ke sana, hahaha, sakti tenan :P

                                       
                                  
  Trekking menuju Segara Anakan memakan waktu sekitar sejam. Terlihat juga jejak trekking sebelomnya, jadi kami hanya mengikuti jejak-jejak tersebut. Saya sempat tersandung akar pepohonan beberapa kali, zzzz, sakit. Untungnya kami gak ketemu ular-ular yang berada di Sempu, ihhhh. Sepanjang perjalanan saya hanya wanti-wanti dalam hati jangan sampai tersandung ular huaaaa. Hari mulai gelap, dan kami belom sampai di Segara Anakan, mulai paniklah hahahha. Untung bawa senter tapi baterainya mau abis -_-. Cahaya senternya udah 5 watt. Haduh gimana ini. Dan tetiba kami mendengar suara cekikikan, nyanyian sambil main gitar, dan suara-suara yang menunjukkan bahwa kami sudah mendekati Segara Anakan, yay!

     Ditemani cahaya senter yang remang-remang kami mulai menuruni jalan setapak. Saat itu juga kami melihat cahaya api unggun dari tenda di bawah jalan setapak tadi. Tetiba ada segerombolan anak-anak muda yang posisi tendanya dekat dengan turunan jalan setapak yang kami lewati, berkata :”Halo halo selamat datang”. “Wah baru datang ya, sore-sore gini?” Kami (Sapi dan saya): “Ya halo-halo juga, kok ini ramainya seperti pasar yak?” Sungguh, Segara Anakan benar-benar seperti pasar dadakan yang nongol setiap minggu di komplek-komplek perumahan tertentu. Saya masih tertegun hahaha, tapi ya mau gimana lagi, kebetulan kami datang ketika weekend. Wajar saja kan kalau ramai seperti pasar? *gak wajar sih ramainya, tapi ya sudahlah*.

   Kami segera mencari tempat untuk membangun tenda. Tenda sudah terpasang, kami lalu berbincang-bincang sebentar di pinggiran Segara Anakan. Gak terasa langit sudah penuh dengan bintang-bintang. Baguuuusssss banget. Saya belom pernah melihat bintang-bintang bertebaran sebanyak itu selama saya hidup. Ngenes ya?:( . Tapi memang pemandangan penuh bintang di pulau Sempu itu tidak ada duanya. Sungguh! Bintang jatuh bertebaran di mana-mana.  Sambil selonjoran saya bengong memandangi pemandangan langit malam dan saya jadi mikir…… Di mana ya jodoh saya?? Eaaaaaaaaaaaa hahahahha. Memang backpacking ampuh untuk melupakan hal-hal yang bikin hati termehek-mehek. Hehehe.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Situbondo, Taman Nasional Baluran a.k.a Africa van Java