Bali dan Surfing


          Hari terakhir di Bali, saya habiskan dengan berkeliling Kuta, window shopping, dan surfing.  Berhubung mas Rony gak bisa ikutan karena harus kerja, jadi hanya kami berdua yang sibuk jalan-jalan. Setelah selesai dengan acara jalan-jalan, saya bersiap-siap untuk pergi surfing di daerah Seminyak, masih sederetan dengan pantai Kuta. Tepatnya di Double 66 nama wilayahnya. Entah kenapa orang-orang di sana menyebutnya begitu, jadi saya ikuti saja. Sedangkan Sapi masih sibuk dengan dirinya sendiri :p berkeliling Kuta sambil galau. Naik ojek dari losmen ke Seminyak lumayan mahal. Tapi gak papa lah, sekali-kali naik ojek di Bali. Meskipun pulang surfing harus jalan kaki, hehe. Saya janjian dengan mas Bony. Doi adalah pelatih surfing dari Quicksilver, yang berasal dari Medan. Doi udah tinggal lumayan lama di Bali, dan sepertinya kerasan. Terlebih lagi pacarnya mas Bony surfer (surferwati saya menyebutnya) pula. Aduuuh, bikin jiper saya. Selama pemanasan mas Bony menjelaskan dengan bahasa Inggris. Ada dua peserta cowo super tinggi dari Norwegia, yang ikutan latian surfing, dan satu orang  cewe bantet dari Indonesia, yaitu saya. Sungguh kombinasi yang sempurna!!


Ombak di sore hari

                Mas Bony menjelaskan posisi badan bila berada di atas papan surfing. Cara paddle yang benar, dan posisi ketika mulai berdiri di atas papan. Ini baru namanya pelatih. Menjelaskan tahap-tahap secara mendetail. Meski dengan bahasa Inggris yang kental logat Bali yang nyaris gak saya mengerti. Saya salut dan menghargai mas Bony. Dibandingkan dengan pelatih surfing di Kuta Lombok, yang tidak menjelaskan tahap-tahap surfing, tapi justru langsung praktek di atas air…. Ajaib bukan? Mas Bony memang top markotop. Hidup mas Bony! Lanjut ke basic latihan surfing.  Semua dilakukan terlebih dahulu di atas pasir. Latihan sebelum nyebur ke dalam air.  Setelah semuanya sudah paham akan teknik surfing yang baik dan benar. Saya dan dua orang cowo Norwegia dipinjamkan papan surfing yang segede bagong. Tingginya lebih setengah meter dari badan saya. Dan cukup lebar dan berat pula. Sepertinya mas Bony kasian sama saya, jadi ketika mencari ombak, mas Bony yang membawa papan surfing, saya tinggal  berenang ke tengah laut tanpa beban. Setelah cukup ke tengah ombak, mas Bony memberikan aba-aba ke saya untuk segera naik ke papan dan tengkurap sambil menunggu ombak, tangan saya sambil mengayuh agar keseimbangan badan tetap terjaga. Sambil menunggu ombak, mas Bony menunjuk ke langit dan berkata, “Coba relax, dan liat ke atas deh. Langitnya bagus kan?” Dan tiba-tiba mas Bony melihat ada ombak datang. “Siap-siap, terus paddle, nanti pas aba-aba saya terus paddle dan siap-siap berdiri ya?” tanya mas Bony. “Okeee!” jawab saya pede. Gelombang ombak sudah menghampiri saya, segera saya mengayuh sepersekian detik. Lalu ‘hup’ bangun dan mencoba berdiri di atas papan. Berhasil! Saya bisa berdiri beberapa detik di atas papan, hore! Entah kenapa saya bangga sekali bisa berdiri di atas papan surfing ketika berada di atas ombak. Sensasinya sungguh luar biasa. Bisa menguasai papan surfing dan melihat pemandangan pantai dari sudut seorang surfer (saya belom jadi surferwati sejati, mungkin cita-cita saya ini bisa segera terealisasikan. Amin) merupakan things to do saya ketika hidup di bumi. Setelah mencapai pasir, mas Bony bilang bahwa sirip di bawah papan surfing, jangan terlalu sering terseret di atas pasir, karena bisa tumpul.  Dan jika sedang membawa papan di dalam air, harus aware dengan sirip tersebut. Seringkali surfer pemula mengalami luka-luka, karena lupa akan eksistensi sirip di bawah papan surfing milik mereka.


Sirip papan surfing yang cukup berbahaya kalo kepentok kepala


                Hari mulai senja. Dan matahari hampir terbenam.  Ombak sudah mulai berbahaya. Mas Bony memberikan aba-aba untuk segera menyelesaikan pelajaran surfing hari ini. Mas Bony mengajak saya untuk ngobrol-ngobrol sebentar bareng dengan dua cowo Norwegia. Tapi saya gak begitu tertarik. Lagipula saya harus bergegas ketemuan dengan Fitri, teman saya yang kerja di Bali. Lalu janjian ketemuan dengan Sapi. Saya ijin untuk pergi ke kamar mandi dan berganti baju di sana. Setelah itu memberikan bayaran ke mas Bony atas pelajaran surfing-nya. Sambil mengobrol, mas Bony bercerita tentang pengalaman hidupnya sebelum pergi ke Bali. Doi bercerita tentang pengalamannya menjadi volunteer ketika tsunami menghancurkan Aceh pada tahun 2004 yang lalu. “Aduh, kalo gw inget masa-masa itu. Bener-bener ngeri deh. Lo bakalan liat mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Dan bentuknya udah gak jelas. Baunya itu loh, ampun-ampun. Gw cuma bisa istigfar doang,” cerita mas Bony mengenang suasana ketika membersihkan mayat-mayat dan puing-puing di daerah Aceh. “ Serem juga ya mas. Tapi itu pengalaman setidaknya. Mas Bony bisa nyasar sampe ke Bali, ceritanya gimana?” tanya saya balik. “Saya pengen keluar aja dari kampung halaman. Cari pengalaman. Bali kan ngetop di duni internasional, jadi gw iseng-iseng aja sebenernya. Eh ternyata berlanjut. En gw ketemu sama cewe gw juga di sini. Dia kan dari Norwegia. Gw juga pernah ke sana sekali. Dingin.” ungkap mas Bony. “Oalaaahh gitu toh ceritanya. Mas Bony pernah liat Aurora Borealis gak? Cahaya yang bagus itu loh, yg nongol pas musim dingin,” jelas saya. “Hmm, gw gak tau pasti sih. Cuma kalo cahaya ijo warna warni di langit, waktu itu pernah gw liat pas lagi sama cewe gw di Norwegia. Gw gak tau itu namanya apaan. Tapi emang bagus banget!” celoteh mas Bony seru. Oh man, mas Bonyyy, itu namanya Aurora Borealis. Mas Bony liat itu, tapi gak tau namanya apaan. Hhahaha, ya ampunnnn.  “Mas! Itu Aurora Borealis kali! Hahaha! Please deh mas. Beruntung banget mas Bony bisa liat itu! Aku juga maooooo” teriak saya iri. “Hahaha, ya udah kapan-kapan lo ke sana aja, liat sendiri. Eh, ada acara gak ntar malem. Nongkrong di bar bareng  gw en cewe gw mau gak lo?” tanya mas Bony. “Gak deh mas, makasih. Mesti janjian lagi sama temen nih. Lagi bokek pula. Jadi kegiatan nongkrong-nongkrongnya agak dibatesin, hehehe” jawab saya sambil nyengir. “Gw cabut duluan ya neng, sukses lo. Siapa tau lo ke Bali lagi, jadi bisa surfing lagi,” pamit mas Bony . “Amen to that! Oke, mas Bony sukses juga ya! Da da!” teriak saya sambil jalan menyusuri pantai Seminyak.
               

Komentar

  1. surferwati,,haha,, keren..
    klo udh pinter surfing, cari ombak ke timur lagi mbak, gnti suasana,, ombak lombok n sumbawa menunggu..

    BalasHapus
  2. Hahaha, makasih dibilang keren :p. Iya, amiiinn deh ke lombok lagi, en jelajah Sumbawa. Amiin juga biar jago surfing, hehe.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Situbondo, Taman Nasional Baluran a.k.a Africa van Java