Bali dan Mas Rony Part 3
Matahari segera
terbenam, saatnya kami pulang. Selesai kecipak-kecipuk di dalam ceruk-ceruk
pinggir pantai, kami mencari tempat untuk membilas badan yang sudah lengket
karena air laut. Berkeliling dari satu
tempat bilas ke tempat lain, yang ternyata sudah tutup semua. Tapi kami tidak
berputus asa. Karena Sapi punya ide brilian! “Gimana kalo kita mandi sekalian
isi bensin mobil di pom bensin terdekat di sekitar Uluwatu?” tanya Sapi
tiba-tiba. “Ah ya, bener juga lo Pi, siapa tau bisa mandi gratis juga,hahaha,” sahut
saya sambil cengegesan. “Tapi gw gak bawa tas plastik buat baju basah nih,,”
keluh mas Rony. Serentak Sapi dan saya berkata : “Eh mas, apa hubungannya mandi
di pom bensin sama butuh plastik???” Sebenarnya kedua hal itu sungguh
berkaitan. Baju kami semuanya basah karena main air laut, jadi kami tentu saja
butuh tas plastik untuk menyimpan baju-baju basah milik kami. Berhubung kami
berdua sudah sewot dengan keluh kesah mas Roni, hihihi. Jadi kami jutekin deh.
Maaf ya mas Roni :p. Kami bertiga segera masuk ke dalam mobil lalu pergi menuju
pom bensin terdekat.
Tebing di sekitar Uluwatu
Setelah menyetir 15 menit, kami
menemukan pom bensin. Sapi segera memarkir mobil, lalu ‘hup’ loncat keluar
mobil, bergegas menuju kamar mandi. Maklum, takut ngantri, hihihi. Dan, kamar
mandi ternyata kosong. Sapi dan saya langsung masuk ke kamar mandi wanita,
sedangkan mas Rony masuk ke kamar mandi pria. Ya iyalah. Masa mandi bareng
-__-. Selesai membilas badan sebersih-bersihnya, saya baru inget kalo cuma membawa
satu celana pendek. Celana pendek yang saya pakai untuk berenang di ceruk, dan
saya gak punya gantinya lagi. Damn! Sungguh
sial. Terus bawahan saya pakai apa dong??? “Eh Sapi, celana gw cuma
satu-satunya ini. Yang basah itu doang, gw gak bawa celana pendek lain. Aduh
gimana dong, huhu” keluh saya. “Yaaah, odong banget sih lu. Yowes, pake
selendang Bali aja. Untung selalu gw bawa ke mana-mana itu selendang. Lagian
itu selendang juga punya elo Mal, hahaha!” cerocos Sapi. Untung deh kalo gitu.
Setidaknya ada yang menutupi bamper belakang milik saya, huehehe. Memakai
selendang Bali untuk bawahan serasa memakai sarung. Saya harus mengecek
berulang kali kalo selendang Bali yang saya pakai tidak melorot ke bawah.
Karena saya gak punya ikat pinggang ataupun tali rafia untuk mengencangkan
selendang tersebut.
Kami para wanita sudah selesai
mandi 5 menit lebih awal daripada mas Rony. Sepertinya mas Rony sempat dandan
terlebih dahulu, dibandingkan kami berdua yang rambutnya masih awut-awutan
belom tersisir rapi. Plan kami
setelah berkunjung ke Uluwatu adalah menyantroni Rock Bar Café di daerah Jimbaran. Café yang gosipnya terletak di
pinggiran bukit bebatuan di Ayana Resort dan
Spa Bali mengundang rasa penasaran kami. Karena dari gosip dan info yang
beredar, café ini sungguh mengundang decak kagum karena letaknya yang tidak
biasa dan harga minuman di sana yang sungguh luar biasa mahal. Perjalanan dari
Uluwatu menuju Jimbaran tidak begitu lama. Kemungkinan karena Sapi nyetirnya ngebut, jadi perjalanan tidak
berasa. Letak Rock Bar Café di ujung jalan daerah Jimbaran. Hanya mengikuti jalan yang berkelak kelok
sampai menemukan pos satpam untuk masuk ke Ayana Resort. “Permisi pak, Rock
Bar Café itu letaknya di mana ya?” tanya Sapi dari dalam mobil. “Oh, mbak
lurus aja, nanti ada pertigaan belok kanan, lalu lurus aja terus. Dari situ mbak
tinggal turun dari mobil aja kok. Terus masuk ke dalam resort,” jawab pak satpam panjang lebar. “Oh oke kalo gitu pak.
Makasih banyak!” jawab Sapi pendek.
“Eh eh itu bukan sih resort-nya?” tanya saya sok tau. “Gak
tau Mal, gak keliatan. Lo tau sendiri mata gw jarak jauh susah ngeliatnya.
Mana gelap pula. Makin gak keliatan deh,” jawab Sapi sekenanya. Saya lupa kalo
Sapi paling gak bisa melihat jarak jauh. Belum lagi di kegelapan seperti ini. “Hmm,
kayanya iya deh itu resort-nya. Kita
cari parkir aja dulu, terus turun nanya ke mbak resepsionisnya,” kata mas Rony.
Akhirnya kami mendapatkan tempat parkiran. Lalu menghampiri mbak resepsionis
yang sedang berjaga. Dan betul saja, Rock
Bar Café terletak di dalam Ayana Resort.
Jadi kami harus masuk melewati lobi resort,
jalan melewati kolam renang yang indah nan anggun. Di sekeliling kolam renang
terdapat patung-patung wanita Bali dan pepohonan, ditambah cahaya lampu
keemasan menambah suasana menjadi romantis. Setelah berjalan menikmati
lingkungan resort, kami tiba di lift untuk mencapai Rock Bar. Dan disitu terpampang : “Dilarang memakai pakaian tidak
resmi.” Kami bertiga langsung melihat pakaian yang kami pakai. Hmm, memang gak
resmi sih, tapi masa iya gak boleh dateng ke café-nya. Sebenarnya kami merasa agak sedikit jiper,karena kami tidak berniat untuk nongkrong di café, tapi cuma penasaran bentuk dan
rupa Rock Bar Bali. Kami nekat masuk ke lift. Dan banyak turis yang memang
hanya ingin berfoto ria di sekitar café tersebut. Yuhuuui. Kami gak sendirian.
Memakai selendang Bali untuk bawahan karena gak bawa celana ganti
Pemandangan di tebing Rock Bar Bali memang mempesona. Cahaya
kerlap kerlip lampu di sekitar café sungguh
romantis. Suara debur ombak dibawah
tebing, suara orang-orang yang mengobrol pelan, dan angin malam yang sejuk. Rock Bar Café memang oke! Harganya doang
yang bikin menelan ludah. Mas Rony sibuk dengan kamera DSLR miliknya. Dan kami
berdua sibuk foto bersama meskipun tidak begitu kelihatan karena sudah gelap. Kami
tidak memasuki area café, karena kami
memang tidak ingin membeli minuman di sana. Lebih memilih jalan-jalan di luar café dan pelataran pinggiran tebing yang
disulap dengan lantai-lantai kayu. Sehingga memungkinkan turis-turis untuk
sekedar berkeliling menikmati pemandangan di sekitar café. Puas berkeliling Ayana
Resort, kami memutuskan untuk makan
di Jimbaran untuk makan Sea Food.
Tak disangka, ketika berjalan di koridor resort,
kami bertemu bule nyasar. Doi sempat
bertanya pada seorang pelayan yang kebetulan lewat. Namun sang pelayan
sepertinya tidak mengerti aksen bahasa Inggris yang diucapkan oleh si bule. Sapi
dan saya lalu menghampiri si bule dan menjelaskan bahwa kami juga akan keluar
dari resort. Kami sempat mengobrol
mengenai Bali dan pulau lainnya di Indonesia bersama si bule ketika berada di
dalam mobil. Si bule kami tawarkan untuk menumpang sampai doi mendapatkan
taksi, kebetulan tidak ada taksi yang lalu lalang di dalam resort. Doi bernama George, berasal dari Australia dan bekerja di
bidang bangunan. Si bule sempat bercerita juga mengenai pengalamannya sky diving. “It’s like orgasm you know!! If you have any chance to do sky diving,
just do it! You’ll never regret it! I guarantee that!” cerocos si bule
berapi-api. Kami bertiga mengangguk-angguk mengiyakan serunya pengalaman si
bule saat sky diving.
Patung wanita Bali di pinggir kolam renang Ayana Resort
Lampu lilin yang terdapat dipinggiran taman Ayana Resort
Saya melihat ada taksi kosong
dari arah belakang mobil, langsung buka jendela dan menyetop taksi. “Taksiii,
stop bang, berhenti!!” teriak saya sambil melambai. Dan taksi pun berhenti. “George, that is your taxi. He stops”
ujar saya pada George. “Wow, okey, thanks
a lot mates. See you” ujar George
sambil salaman dengan kami semua. Si bule pun pergi meninggalkan kami bertiga.
Saya pun tersadar. “Loh mas Rony kok duduknya di depan sih, sebelah Sapi?
Bukannya itu singgasana gw ya? Mas Rony kan biasanya duduk di belakang?” tanya
saya iseng. “Oh iyaaaa, bener juga. Mas Rony takut diajak ngobrol bahasa
Inggris ya?” ledek Sapi. Kami berdua pun terkekeh-kekeh. Mas Rony hanya
tersenyum : “Iya nih, bahasa Inggris gw masih belepotan, lagian kan biar seru Mala
bisa ngobrol sama itu bule,” bela mas Rony. “Yeeee alesaaannn!! Makanya mas,
belajar!! Biar bisa nimbrung ngobrol!!!”
teriak Sapi dan saya. Mas Rony hanya terkekeh malu. “Saatnya makan di
Jimbaran!!! Hoeraaa!” teriak saya gak sabar karena perut minta diisi makanan. “Iyeeee,
masalahnya gw gak tau tempatnya di mana woiiii!” ujar Sapi. 5 menit kemudian kami
tiba di daerah rumah makan Sea Food
yang terletak di pinggir pantai Jimbaran. Lalu memesan makanan dan menyantap
makanan yang disajikan. Hidup memang nikmat. Aaaah jadi tidak sabar besok. Surfing!
Komentar
Posting Komentar