Perjalanan Menuju Bali

   Kami kembali ke Mataram setelah Sapi puas dengan tidurnya dan saya puas dengan snorkeling. Sambil packing, saya melihat celana jeans ngatung yang sering saya pakai ke mana-mana. Oh man, sudah buluk sekali kau jeans, kalo mesti bawa pulang pasti bawaan bakalan makin berat. Karena pas dipake gak muat, jadilah jeans saya tinggal di losmen dan saya taruh di dalam lemari. Sambil bergumam dalam hati : semoga bisa balik lagi ke sini dan menikmati seluruh Gili yang ada di Lombok. Amin. Saya akui selama backpacking saya jadi rajin sekali berdoa. Entah ketika sedang naik motor dan mobil bersama Sapi (kalo itu jelas harus berdoa! Karena dia yang nyetir!), di kendaraan umum, bersepeda di Gili Trawangan, even ketika sedang bersantai di pantai sambil leyeh-leyeh. Karena kami berdua gak bakal tahu apa yang bakal kita hadapi, berdoa untuk keselamatan dan kebahagian dalam perjalanan wajib hukumnya.  

Selamat tinggal Gili Trawangan....

   Semua sudah siap, kami siap pulang ke rumah om Nanu. Dalam perjalanan menuju pelabuhan, kami asyik mengobrol betapa serunya jika kami di lain waktu bisa berkunjung ke sini lagi. Dengan waktu yang lebih lama tentunya.  Tak disangka, Joni ternyata sudah nongkrong bersama teman-temannya di dekat pelabuhan. Joni menyapa kami : “Haloo, terima kasih sudah berkunjung ke Gili Trawangan. Kapan-kapan main lagi ya. Btw saya kemaren lihat kalian di café si anu loh. Kalian digodain oleh orang-orang sekitar café situ kan? Saya dari jauh cuma liatin aja.” Saya langsung nyeletuk : “Eh bang Joni kenapa gak nyapa kita pas di café? Kita kan gak tau kalo bang Joni ada di sana.” “Iya nih, Joni kenapa gak manggil kita aja, jadi kita kan gak bakalan digodain ama mas-mas resek yang semalem nongkrong di café,” keluh Sapi. ”Abis kalian asik banget kayanya dan sempet ngobrol-ngobrol ama bule juga,” jawab Joni. Saya bergumam dalam hati : Woiiii bukan itu maksudnya, kalo lo negor kita, setidaknya gak bakal ada yang berani godain. Secara lo yang punya Gili Trawangan! Lemot juga ini si Joni. “Oke, kalo gitu, kita cabut ya Jon. Sampai jumpa!” teriak Sapi. “Hati-hati ya kalian, ya kalo ke sini lagi hubungi saya aja,” sahut Joni. Dengan segera Sapi dan saya angkat kaki menuju pelabuhan. Kami heran, selama kami di Gili Trawangan, pasti ketemu Joni. Kami berdua sempat membahas kemungkinan Joni adalah perwujudan Leak, huaaaa, di mana-mana ada Joni!!!

Perahu antar Lombok antar Gili Trawangan

Setibanya kami di Mataram, kami mampir sebentar ke Mcdonald Mataram Mall. Lumayan, nyobain junkfood, udah lama kami gak makan yang beginian soalnya, hehe. Kebetulan ada fasilitas internet di Mcd, jadi kami browsing beberapa tempat yang akan kami kunjungi di Bali. Kami sepakat untuk ke pantai Uluwatu, Rockbar Café yang terletak di pinggir tebing Resor Ayana Jimbaran, Ubud, Kuta dan Seminyak.Keesokkan harinya, kami memesan taksi untuk ke pelabuhan Lembar. Awalnya kami ingin naik angkutan umum saja. Namun tidak memungkinkan karena ketidakjelasan sistem angkutan di Lombok. Om Nanu menjelaskan : “Daripada di oper gak jelas sama abang angkotnya, kalian mending naik taksi aja. Paling bayar Rp.50.000,-. “ “Ooooh, gitu ya om. Ya udah, kita naik taksi aja ya Pi. Lumayan juga gak usah capek bawa-bawa backpack segede gaban,” kata saya ke Sapi. Kami berpamitan dengan seluruh keluarga om Nanu. Sedih juga, karena mereka telah berbaik hati untuk memberikan tumpangan pada kami berdua. Sedangkan kami berdua anak muda yang agak gak tau diri. Paling banyak menghabiskan jatah makanan selama di rumah om Nanu. Hanya bisa berdoa, semoga om Nanu beserta keluarga dilancarkan rejekinya. Amin *kenceng banget*!

Pemandangan dari atas kapal, ini Sapi yang ambil fotonya, karena saya sedang asyik makan kurma 

Perjalanan dari Mataram ke Lembar memakan waktu satu jam. Sesampainya di Lembar, kami segera masuk kapal dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat. Dari Lembar ke Padang Bay (Bali) memakan waktu empat jam. Cukup memabokkan sebenarnya. Terombang ambing di kapal ferry karena ombaknya cukup kuat. Sapi memilih untuk mengambil foto pemandangan dari atas kapal, sedangkan saya memilih duduk anteng di dalam kapal sambil makan kurma, haha. Harus ngumpulin tenaga karena perjalanan masih panjang. Dari pelabuhan Padang Bay, kami harus ke terminal Ubung dulu, lalu ke daerah Poppies di Kuta. Masalahnya kami gak tau harus naik apa ke terminal Ubung, nyambung lagi ke Kuta. Daerah Bali dan Lombok memang agak absurd menyangkut masalah transportasi umum. Selain harga yang bisa berubah seenak udelnya abang sopir, dibutuhkan kesabaran ekstra tinggi untuk menunggu angkutan umum tersebut.

Pemandangan di dalam kapal

Setibanya di Padang Bay, kami melihat beberapa angkot (tanpa nomor). Kebetulan ada beberapa penumpang yang sedang menunggu, kami mengobrol sebentar. Ternyata ongkosnya mencapai Rp.50.000,-, kemungkinan besar bisa lebih murah, namun karena penumpangnya sedikit dan sopir angkotnya ngotot, jadilah kami membayar dengan harga segitu. Selama perjalanan menuju terminal Ubung, kami bercengkrama dengan penumpang lainnya. Ternyata ada yang ingin ke Poppies juga. Sebut saja namanya mas Aji (karena saya lupa namanya, hehehe). Dia juga baru melakukan perjalanan dari Lombok, abis turun gunung Rinjani.  Setelah kami bercerita juga kalo kami abis keliling Lombok. Kami kontan bertanya pada mas Aji : “Eh mas udah keliling ke mana aja di Indonesia?” tanya kami berdua. “Gue belom pernah ke beberapa tempat di Indonesia,” jawab mas Aji kalem. ”Anjiiiirrrr, mas Aji udah keliling hampir seluruh Indonesia dong kalo gitu?” tanya kami serempak. “Hehehe, iya, tapi gue saranin, lo berdua kalo mau ke Rinjani mending mikir dua kali deh. Selain daerah pendakiannya lumayan sulit, bikin lo kepleset melulu, udara di atas gunung bikin kulit lo kering. Terutama bibir. Gue cukup sekali aja deh, capek banget,” jawab mas Aji. Kami berdua manggut-manggut. Kami juga ingin naik gunung, kebetulan kami juga akan pergi ke Malang. Niat hati ingin mampir ke Bromo, tapi setelah melihat bawaan serba celana pendek dan selendang buat rebahan di pinggir pantai, mending jalan-jalan ke pantai dulu deh. Gunung kapan-kapan aja. Angkot kami melewati jalan yang menuju Kuta, sehingga kami berdua plus mas Aji turun sebelum terminal Ubung. Mas Aji menyarankan untuk naik taksi. Patungan bertiga. Kami tanpa babibu langsung setuju. Asiiiik, bisa patungan bertiga, sehingga pengeluaran bisa lebih irit. 

Sesampainya di Poppies kami bertiga segera mencari losmen yang low budget. “Pi, pokoknya kita kudu dapet losmen yang harganya kisaran Rp. 100.000,- ke bawah, kalo lebih, cari lagi, perjalanan kita masih panjang man,” kata saya pada Sapi. “Iyaaaaa, Maaal, lo bawel bangaaaat dahh, masalahnya ada gak losmen yang harganya segitu kalo berdua?? Ini lagi high season bukan? Takutnya penuh,” jawab Sapi terbungkuk karena keberatan backpack. Tiba-tiba ada calo losmen datang pada kami. “ Eh mba, mas, mao nginep tempat murah, di saya aja, cuma Rp.100.000,- saja permalam, murah meriah,” sahut calo kental dengan logat Bali. Kami mengikuti si calo dan ketika melihat losmennya……… Krik krik krik, kok angker sih. Udah gitu temboknya juga udah bocel-bocel dan jamuran.  Lebih gak disangka, ada cowo bule sedang nyuci baju sambil nimba air, di tengah halaman losmen tersebut, buahahhaha. Sungguh itu pemandangan yang menghibur! Mas Aji memutuskan untuk menginap di losmen itu, karena doi mesti bersiap diri mengejar matahari terbenam. Bukan mengejar secara harfiah, tapi lebih untuk memotret sang surya ketika kembali ke peraduan. Sedangkan kami berdua lebih memilih mencari losmen lain. Yang lebih nyaman dan murah. Setelah pamit dengan mas Aji, kami berdua melanjutkan pencarian losmen…...

Kuta Bali ketika magrib,hehe