Bali dan Mas Rony Part 2
Jalanan
berkelok-kelok, hamparan sawah di pinggir jalan, Sapi jadi supir, mas Rony
sibuk dengan laptopnya, dan saya menikmati pemandangan sambil ngunyah. Alangkah
indahnya hidup. Tiba-tiba Sapi yang tadinya diam saja, nyeletuk : “Hadoooohhhh, Mal, lo jangan sibuk ngemil melulu napa sih? Bantuin gw nyari jalan kek! Pegel ini gw, mana berat banget ini mobil” gerutu
Sapi. “Iya ini gw juga bantuin kaliiiii, nyam-nyam, kita lurus aja, itu ada
penunjuk jalan, ke kanan kalo mau ke Tegallalang,” sahut saya sambil ngemil. “Nah,
itu yang dibelakang lagi ngapain? Mas pokoknya ntar gantian nyetir ya, ogah gw
nyetir dari berangkat ampe pulang ke losmen,” cerocos Sapi. “Lah, gw mana bisa
nyetir mobil. Kalo motor gw bisa deh,” sahut mas Rony innocent. “Astagaaaaa, mas Rony gak nyetir mobil??,” Sapi dan saya
serempak bertanya. “Kagak, hehehehe”, jawab mas Rony cengegesan. “Ya ampun, mas
Rony, kirain bisa nyetir mobil, masa sih gak bisa, kita berdua masih gak bisa
percaya neh. Berarti Sapi kudu seharian nyetir
dong?!”. Sapi makin ngedumel. Saya no comment, gak ada cara lain. Berarti
Sapi seharian jadi supir. Sebenarnya saya bisa nyetir mobil, namun berhubung lama gak pegang setir, takutnya kegok
dan refleks masih kurang. Daripada nyebur
ke sawah karena saya yang nyetir.
Mendingan gak usah nyetir sekalian. Akhirnya
kami sampai di daerah Ubud. Ramai, penuh turis. Dan banyak pohon. Udara di Ubud
terasa sejuk seperti di puncak. Mencari tempat parkir ternyata susah-susah
gampang. Kami memutuskan untuk parkir dekat warung makan. Alasannya sekalian
mampir untuk makan siang setelah berkeliling sawah terasering.
Sawah
terasering di Tegallalang ini memang indah. Susunan yang bertumpuk serta
dikelilingi pohon kelapa membuat suasana seperti di desa terpencil. Mas Rony
langsung mengeluarkan kamera DSLR tercanggih miliknya, lalu jeprat-jepret. Sapi
dan saya langsung bergaya. Setelah itu gantian, mas Rony yang bergaya, saya
jadi tukang potretnya :P. Selesai berkeliling dan berfoto, kami memutuskan
untuk makan siang di warung makan dekat parkiran. Mas Rony mentraktir kami
berdua, sebagai kompensasi karena nebeng kami naik mobil dan gak bisa nyetir :P,hehe. Kami melanjutkan
perjalanan ke selatan. Menuju Uluwatu.
Talenta
Sapi untuk menyetir seharian di medan jalanan terjal sepertinya tidak dapat
terbantahkan. Seperti jalanan di Lombok, jalanan menuju Uluwatu pun dapat dikuasai
Sapi dengan baik. Padahal gak ada
yang bisa nyetir, jadi Sapi satu-satunya supir, mau keadaan genting kaya gimana kek, Sapi tetep kudu harus nyetir! :p. Kelok kiri kelok kanan. Naik
dan turun. Sampai akhirnya kami tiba di desa Uluwatu. Untuk menuju pantai kami
masih harus menuruni bukit yang lumayan terjal, dan tangga bebatuan menuju goa
lalu tembus ke pesisir pantai. Banyak cowo bule yang membawa papan surfing dan juga fin untuk berselancar. Padahal pesisir pantai dikelilingi oleh
berbagai macam karang. Memang ombak disepanjang pantai Uluwatu sangat cocok
untuk dijadikan olahraga surfing. Ombak
bergulung dengan indahnya, bahkan saya sempat ingin mencoba untuk berselancar
di sana, ketika melihat ombak yang menggiurkan. Namun sepertinya saya harus
kembali ke kenyataan. Karena saya bahkan belum bisa berdiri di atas papan
ketika belajar surfing di Kuta
Lombok. Gimana bisa surfing di
Uluwatu yang sekelilingnya batu karang cadas beringas seperti ini, batin saya
mencelos.
Surfer boy and the 'ceruk'
Father and son i assumed, watching the afternoon waves
Waves and sunset, perfect combination
Mas
Rony tiba-tiba nyeletuk, “Eh, ada cewe-cewe bule lagi berenang di ceruk sebelah
sana tuh!” “Lah, terus kenapa? Biarin aja kali mas, biar mereka seneng,” jawab
Sapi sambil siap-siap nyebur ke ceruk di dekatnya. “Yah gak papa, kali aja
mereka mau dipoto”, sahut mas Rony cengegesan. “Hahaha, palingan mas Rony yang mau dipoto bareng mereka kaliiiii,”
cerocos saya sambil ketawa-ketiwi. Mas Rony langsung ngelus-ngelus kepala
sambil tersenyum dan matanya hanya tinggal segaris. “Ya udah mas tanya aja ke
mereka boleh poto gak, ntar kita potoin pake kamera mas Rony,” ujar Sapi dengan
mulut penuh air karena sambil berenang di dalam ceruk. “Malu gw, gak bisa
bahasa Inggris,” ujar mas Rony melas. Sapi dan saya serentak menghela napas….
Yah ampun, jaman udah globalisasi gini mas Rony masih takut ngomong bahasa Inggris???
Kalah sama Joni Trawangan dong. Doi aja gak les tapi bisa berbagai macam bahasa
karena pede berbahasa asing, meskipun masih dengan logat Lomboknya. Hehe.
Sepertinya cewe-cewe bule tersebut menyadari gelagat mas Rony, dan mereka
perlahan tapi pasti meninggalkan ceruk dan pergi meninggalkan mas Rony yang
tersenyum kecut. Tapi masih ada satu cewe bule, cantik, menggenakan bikini, dan
menggendong anak. Ya, menggendong anak bule yang imut-imut. Dan sambil
menggandeng satu anaknya yang lain. Gile berani bener bawa anak kecil ke sini,
mana masih balita pula… Dan mereka harus menyebrang ceruk untuk menuju hotel. Melihat
kesulitan sang ibu untuk menggendong anak, dan memegang anaknya di sisi lain,
kontan kami berdua berteriak, “Mas, bantuin ituuu, gak bisa berenang anaknya,
jangan melototin emaknya doang!” Akhirnya aksi kepahlawanan mas Rony
terbuktikan. Mas Rony menggendong salah satu anak sang bule, dan menuntunnya ke
daerah berpasir. Dan sang ibu menggendong anaknya yang masih berumur 2 tahunan.
Setelah si ibu bule mengucapkan terima kasih, mas Rony memberikan senyum
pepsodentnya. Sungguh mirip iklan. Apalagi dengan badan mas Rony yang gelap
karena terbakar matahari dan giginya yang putih terkena sinar matahari sore. J
Komentar
Posting Komentar