Bali and Mas Rony Part 1

Akhirnya setelah keliling di daerah Poppies 2, kami menemukan losmen murah dan setiap pagi dapet jatah breakfast. Losmen ‘Arthawan’ : Room with fan, bathroom shower, breakfast included. Well, not bad buat kami berdua.  Kami negosiasi dengan pemilik losmen, dan voila kami mendapat harga Rp. 90.000 per/malam.  Jadi per/orang hanya membayar Rp.45.000,-. Alangkah indahnya hidup, kalo bisa berhemat, hehehe. Tapi, entah kenapa Sapi masih gak setuju kalo kami menginap di losmen Arthawan. “Mal, gw curiga ini sepreinya gak pernah diganti. Liat aja ada bercak-bercak gitu. Lo tau lah, di sini banyak bule berkeliaran, siapa tau bekas ngapa-ngapain. Mesti minta ganti seprei nih. Or kita coba sehari di sini abis itu kita cari losmen yang lain aja gimana?” cerocos Sapi. Saya dengan tampang melas dan lelah, “Pi, please deh, gw yakin itu seprei udah diganti cuma nodanya aja gak bisa ilang. Lagian kita bawa selendang kan? Alasnya pake selendang aja, jadi kita gak tidur di atas seprei langsung. Gw capek beraaaaat. Kalo mau, abis bebenah diri kita jalan-jalan keliling Poppies, kalo gak dapet losmen juga, yowes kita menetap di Arthawan ampe trip kita selese di Bali.” jawab saya sambil menaruh backpack di lantai. “ “Oke deh, gw juga capek sih. Btw gimana dengan mobil yang bakalan kita sewa, no-nya yang dikasih om Nanu mana? Sini gw hubungin” sahut Sapi sambil beresin barang bawaan.

                Sapi menelpon kenalan om Nanu yang menyewakan mobil dengan harga murah. Backpacking kami selalu dilimpahi keberuntungan. Entah karena pernah melihat belut ‘pembawa keberuntungan’ di Pura Suranadi Lombok (menurut rumor yang beredar kalo kita dapat melihat belut yang terdapat di pura tersebut maka hidup kita akan beruntung). Padahal pas kami datang ke pura, ada rombongan turis lokal yang sedang asyik memberi makan belut-belut tersebut. Walhasil, belut-belutnya yang awalnya ngumpet jadi berebutan makan. Dan kami bisa melihat dari atas kolam dengan santainya tanpa perlu memberi makan. Jelas kami beruntung bukan??hihihi. Kami berdua seneng banget dapet mobil sewaan dengan harga Rp.150.000,- selama kurun waktu 24 jam. Kurang murah apalagi coba. Oh terima kasih Tuhan. Yang punya mobil bersedia mengantarkan mobil pada keesokkan hari ke daerah Poppies 2, dekat losmen kami tinggal. Langkah selanjutnya adalah mandi, untuk menyegarkan diri, lalu keliling Kuta sekalian mencari losmen lain yang mungkin lebih bagus dan murah *ngarep abis*.

                Jalan-jalan sore mengelilingi Kuta memang seru. Selain banyak bule-bule Australia yang belom maghrib udah pada mabok duluan, banyak penjual souvenir yang lucu-lucu dan murah. Kami berjalan menyusuri gang-gang kecil yang banyak anjing-anjing berkeliaran, sambil melihat sekeliling, siapa tahu ada losmen yang masih kosong. Tapi ternyata hasilnya nihil. Saya sempat bertanya pada seorang ibu tua yang kebetulan sedang sibuk mengulek bumbu di depan teras. “Permisi ibu, disini ada kamar yang bisa disewakan selama dua hari gak ya?” tanya saya polos. Sang ibu yang hanya memakai kemben dan sarung sebagai bawahannya, menjawab : “Ndak ada, di sini adanya kos-kosan, bukan buat penginapan,” jawab si ibu dengan logat Bali yang kental. Kami mengucap terima kasih, lalu kembali menyusuri gang sempit lainnya. “Pi, mendingan kita stay di losmen Arthawan aja deh. Lagian ini kan high season, wajar aja losmen penuh semua en harganya meningkat tajam. Gimana menurut lo?” “Ya udah deh, kita stay di Arthawan aja, lumayan juga kita dapet breakfast. Jadi gak usah mikir lagi mesti sarapan apa selama di Bali,” jawab Sapi santai.

Kuta di sore hari

                Keesokkan harinya, kami berencana menjelajahi Bali dengan menggunakan APV sewaan, dan seperti biasa yang kebagian jatah nyetir adalah Sapi. Kan doski sekarang bergelar supir AKAP, Antar Kota Antar Provinsi. Karena kemahirannya menyetir di medan yang naik turun sambil ngebut, kiri kanan jurang, selama di Lombok. Berhubung saya paling cepat lapar, pagi-pagi sekitar pukul 08.00, saya langsung ngacir ke kafetaria untuk meminta jatah breakfast. Sedangkan Sapi masih sibuk mandi dan buang hajat. Jadilah saya sarapan sendiri. “Morning Uda!” sapa saya ke penjaga kafetaria. “Morning mbak. Mau pilih apa buat sarapannya? Sandwich or Pancake pisang?,” tanya si Uda. “Pancake pisang aja deh,” jawab saya sambil melihat sekeliling kafetaria. Kali aja ada turis yang bisa diajak ngobrol entah lokal or luar. Kafetarianya tidak begitu besar. Dengan lima meja bundar, yang masing-masing meja dikelilingin oleh empat kursi kayu. Tersisa satu meja kosong. Saya duduk di situ sambil minum teh hangat. Sekeliling saya hanya nampak turis-turis luar negeri dengan tampang slumber, bercelana pendek, sambil sarapan dan membaca buku.  Tiba-tiba muncul seorang pria kamar sebelah kafetaria, berkulit sawo matang, tinggi, dan berbaju merah. Dan berjalan menuju meja saya. Karena kebetulan meja saya yang masih kosong. Sambil senyam senyum, si mas duduk di depan saya. Otomatis saya senyum juga. Sepertinya si mas berbaju merah ini asyik buat diajak ngobrol. “Halo mas, nginep di sini juga ya?” tanya saya pede padahal belum kenal. ”Iya, ehehee, kamu juga, sendirian aja apa sama temen? Ehehe” tanya mas berbaju merah sambil cengegesan. Sumpah, kenapa orang-orang yang saya temuin selama backpacking ajaib semuanya. Termasuk si mas yang duduk di depan saya ini. Baru ketemu udah cengegesan.

                “Sama temen mas, tapi dia masih di kamar, hehehe” jawab saya sambil cengegesan juga. “Mas namanya siapa? Terus di Bali ngapain mas sendirian pula?” tanya saya balik. “Nama gw Rony, di Bali lagi ngurusin kerjaan. Kemaren abis keliling pantai sendirian naik motor. Gak enak juga kalo jalan sendirian, gak ada yang motoin, huhehehehe” cerocos mas Rony. Kemudian Sapi muncul di kafetaria. Langsung kenalan dengan mas Ronny dan mengobrol tentang rencana untuk hari ini. Sapi dan saya ingin pergi ke daerah Ubud, yang terdapat sawah terasering, di desa Tegallalang. Karena sawah itu beken seantero dunia, bisa dilihat juga di kartu pos ala Bali. Dari Ubud, lalu ke daerah pantai Uluwatu yang terletak di Selatan Bali. Terkenal dengan pura dan spot untung ber-surfing ria. Berhubung saya pernah ke sana ketika masih kuliah, sehingga saya merekomendasikan untuk mendatangi tempat ini bersama Sapi. Tak disangka, mas Rony ingin ikutan juga. Join bareng istilahnya. Sapi dan saya setuju. Asyik setidaknya kalo Sapi capek bisa digantiin sama mas Ronny dan bisa menghemat budget bensin karena bisa patungan bertiga, hehe. APV telah tiba di dekat losmen, Sapi segera mengambil kunci dari supir APV, dan kami berangkat mengelilingi Bali bertiga, Sapi, mas Rony, dan saya. Yahuiiii! Berangcusss!

Kaca spion APV sewaan *penting berat*